Minggu, 13 Maret 2011

Klonning Sel Domba Dolly

Kloning merupakan salah satu bioteknologi mutakhir yang sangat bermanfaat untuk memultiplikasi genotip hewan yang memiliki keunggulan tertentu dan preservasi hewan yang hampir punah. Walaupun keberhasilan produksi hewan kloning lewat transfer inti sel somatik telah dicapai pada berbagai spesies, seperti domba, sapi, mencit, kambing babi, kucing, dan kelinci, efisiensinya sampai sekarang masih sangat rendah yakni kurang dari 1 persen, dengan sekitar 10 persen yang lahir hidup (Han et al., 2003). Transfer inti melibatkan suatu seri prosedur yang kompleks termasuk kultur sel donor, maturasi oosit in vitro, enukleasi, injeksi sel atau inti, fusi, aktivasi, kultur in vitro reconstructed embryo, dan transfer embrio. Jika salah satu dari tahap-tahap ini kurang optimal, produksi embrio atau hewan kloning dapat terpengaruh.
Sejarah tentang hewan kloning telah muncul sejak awal tahun 1900, tetapi contoh hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Wilmut et al. (1997), dan untuk pertama kali membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan pada hewan mamalia dewasa. Hewan kloning tersebut dihasilkan dari inti sel epitel kambing domba dewasa yang dikultur dalam suatu medium, kemudian ditransfer ke dalam ovum domba yang kromosomnya telah dikeluarkan, yang pada akhirnya menghasilkan anak domba kloning yang diberi nama Dolly.
Kloning domba pertama sebenarnya telah dilaporkan 18 tahun yang lalu oleh Willadson (1986) yang menggunakan blastomer-blastomer embrio sebagai donor inti. Dan hal inilah yang menjadi precursor bagi kegiatan-kegiatan transplantasi inti hewan-hewan domestik termasuk domba Dolly. Produksi domba identik oleh Willadson (1986) mencetuskan berbagai perbaikan dalam teknik-teknik kloning pada berbagai spesies hewan. Hewan-hewan kloning yang dihasilkan dari transplantasi inti sel somatik telah dilaporkan pada mencit, sapi, kambing, domba, dan babi (Wakayama et al., 1998; Kato et al., 1998; Keefer et al., 2000; Wilmut et al., 1997; Polejaeva et al., 2000). Penelitian-penelitian yang melibatkan spesies-spesies lain terus dilakukan, dan dari informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa berbagai spesies hewan dapat dikloning lewat transplantasi inti. Walaupun hewan kloning yang dihasilkan lewat transplantasi inti sangat tidak efisien, fakta bahwa hewan kloning dari berbagai spesies telah diproduksi oleh sejumlah laboratorium menunjukkan begitu besarnya keinginan untuk memproduksi atau mengkloning hewan dengan genotip-genotip spesifik. Disamping itu, ada juga permintaan untuk mengkloning hewan-hewan yang bergenetik unggul; sedangkan keinginan untuk mereplikasi genotip spesifik dari hewan-hewan kesayangan masih bersifat individual.
PEMBAHASAN
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan kloning adalah spesies. Walaupun pendekatan dasar transplantasi inti adalah sama, material-material spesifik dan
metode yang digunakan untuk kloning satu spesies hewan tidak secara otomatis berlaku pada spesies lain. kloning hewan lewat transplantasi inti melibatkan beberapa tahap penting termasuk:
1) Penyediaan ovum yang sudah matang,
2) Pengeluaran kromosom yang terdapat dalam ovum (enucleation),
3) Transfer inti sel hewan yang dikloning ke dalam ovum enuklease,
4) Aktivasi embrio yang baru terbentuk sehingga menginisiasi perkembangan embrionik, 5) Kultur embrio in vitro, dan
6) Transfer embrio yang dikloning ke induk resipien.
Teknik-teknik yang diperlukan untuk menyempurnakan tahapan-tahapan ini agak berbeda antara spesies dan juga efesiensi setiap tahap bervariasi antara spesies hewan Spesies hewan lainnya yang menjadi target kloning adalah hewan-hewan yang sudah hampir punah, hewan steril, infertile, ataupun hewan mati.
Kloning pada domba
Walaupun mamalia pertama yang dikloning dari sel-sel somatik adalah domba,
namun setelah itu tidak ada domba lagi yang dilaporkan sebagai hasil transfer inti
menggunakan inti sel somatik domba dewasa. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
banyak peneliti yang lebih tertarik untuk memproduksi hewan transgenic dan lebih suka
menggunakan sel-sel fetus dibandingkan sel-sel somatik hewan dewasa. Teknik yang
digunakan untuk mengkloning domba adalah sama dengan yang dilaporkan pada sapi, tetapi dengan suatu pengecualian yakni kebanyakan peneliti domba telah menggunakan oosit yang matang in vivo. Efisiensi kloning domba sama dengan sapi dalam hal produksi embrio kloning dan tingkat kelahiran hidup (Campbell et al., 1996). Masalah lain yang timbul pada kloning domba adalah terjadinya keguguran fetus selama kebuntingan dan abnormalitas anak yang dilahirkan cukup tinggi.
Mekanisme
Pertama, suatu sel (sel donor) diseleksi dari sel kelenjar mammae domba betina berbulu putih (Finn Dorset) untuk menyediakan informasi genetis bagi pengklonan. Para Peneliti membiarkan sel membelah dan membentuk jaringan in vitro atau diluar tubuh hewan. Hal ini akan menghasilkan duplikat yang banyak dari suatu inti yang sama. Tahap ini hanya akan bermanfaat bila
DNA nya diubah, karena perubahan tersebut dapat diteliti untuk memastikan bahwa mereka telah dipengaruhi. Suatu sel donor diambil dari jaringan dan dimasukkan ke dalan campuran, yang hanya memiliki nutrisi yang cukup untuk mempertahankan kehidupan sel. Hal ini menyebabkan sel untuk menghentikan seluruh gen yang aktif dan memasuki stadium GO. Kemudian sel telur dari domba betina Blackface (domba betina yang mukanya berbulu hitam = Scottish Blackface) dienokulasi dan diletakkan disebelah sel donor. Satu sampai delapan jam setelah pengambilan sel telur, kejutan listrik digunakan untuk menggabungkan dua sel tadi, pada saat yang sama pertumbuhan dari suatu embrio mulai diaktifkan.
Teknik ini tidaklah sepenuhnya sama seperti aktivasi yang dilakukan oleh sperma, karena hanya beberapa sel yang diaktifkan oleh kejutan listrik yang mampu bertahan cukup lama untuk menghasilkan suatu embrio. Jika embrio ini dapat bertahan, ia dibiarkan tumbuh selama sekitar enam hari, diinkubasi di dalam oviduk domba. Ternyata sel yang diletakkan di dalam oviduk lebih awal, di dalam pertumbuhannya lebih mampu bertahan dibandingkan dengan yang diinkubasi di dalam laboratorium. Akhirnya embrio tadi ditempatkan ke dalam uterus betina penerima (surrogate mother). Induk betina tersebut selanjutnya akan mengandung hasil cloning tadi hingga ianya siap untuk dilahirkan. Bila tidak terjadi kekeliruan, suatu duplikat yang persis sama dari donor akan lahir.
Domba yang baru lahir tersebut memiliki semua karakteristik yang sama dengan domba yang lahir secara alamiah. Dan telah diamati bila ada efek yang merugikan, seperti resiko yang tinggi terhadap kanker atau penyakit genetis lainnya yang terjadi atas kerusakan bertahap kepada DNA, dikemudian hari juga terjadi pada Dolly atau hewan lainnya yang dikloning dengan metode ini.

KESIMPULAN

Walaupun pada kenyataannya bahwa hewan kloning yang berasal dari sel-sel somatik
telah berhasil diproduksi pada berbagai spesies hewan (domba, sapi, kambing, babi, kelinci
dan mencit), masih banyak masalah yang belum terpecahkan dengan bioteknologi ini.
Transfer inti sel somatik menunjukkan beberapa penyimpangan perkembangan, termasuk
tingginya angka abortus selama kebuntingan awal dan meningkatnya angka kematian anak
setelah lahir.
Produksi hewan kloning masih sangat rendah dengan tingkat efisiensi kurang dari 1% dan hanya sekitar 10 persen yang lahir hidup. Walaupun demikian, keberhasilan mengkloning berbagai spesies hewan oleh sejumlah laboratorium telah menimbulkan minat dalam mereproduksi hewan dengan genotip yang diinginkan. Selain itu, terjadi peningkatan permintaan untuk mengkloning hewan-hewan yang memiliki keunggulan genetik, hewan-hewan kesayangan, dan spesies hewan yang hampir punah. Ada beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kloning diantaranya adalah spesies, tipe sel donor inti, modifikasi genetik, ovum resipien, perlakuan terhadap sel-sel donor sebelum transfer inti, dan teknik transfer inti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar