Indonesia memiliki beragam sumber daya energi. Sumber daya energi berupa minyak, gas, batubara, panas bumi, air dan sebagainya digunakan dalam berbagai aktivitas pembangunan baik secara langsung ataupun diekspor untuk mendapatkan devisa. Sumber daya energi minyak dan gas adalah penyumbang terbesar devisa hasil ekspor. Kebutuhan akan bahan bakar minyak dalam negeri juga meningkat seiring meningkatnya pembangunan.
Sejumlah laporan menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 80-an terjadi peningkatan kebutuhan energi khususnya untuk bahan bakar mesin diesel yang diperkirakan akibat meningkatnya jumlah industri, transportasi dan pusat pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) diberbagai daerah di Indonesia (Hariansyah, dkk 2007).
Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak digunakan sebagai bahan bakar. Sumber energy ini tidak dapat diperbaharui, sehingga ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin hari semakin terbatas. Terlebih lagi bahan bakar yang dipakai (bahan bakar fosil) dapat menyebabkan kerusakan lapisan ozon yang menimbulkan efek rumah kaca.
Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mencari bahan bakar alternatif. Penelitian di bidang ini terus berkembang dengan memanfaatkan beragam lemak nabati dan hewani untuk mendapatkan bahan bakar hayati (biofuel).
Biofuel atau bahan bakar hayati adalah bahan bakar atau sumber energi yang berasal dari bahan organik. Definisi biofuel memang cukup luas yaitu mencakup bahan bakar yang dibuat dari tumbuhan mau pun hewan. Berbeda dengan bahan bakar yang sudah akrab dengan kehidupan kita sehari-hari yaitu bensin dan solar yang berasal dari minyak bumi, biofuel mempunyai sifat dapat diperbaharui, artinya bahan bakar ini dapat dibuat oleh manusia dari bahan-bahan yang bisa ditumbuhkan atau dibiakkan. Biofuel diciptakan untuk menggantikan bahan bakar yang ada, biofuel dibuat untuk pengganti bensin dan pengganti solar.
Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Ada tiga cara untuk pembuatan biofuel: pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan pertanian); fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga 60 persen metana), atau fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester; dan energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan bakar).
Stok minyak mentah yang berasal dari fosil terus menurun sedangkan jumlah konsumsinya terus meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu dicari alternatif bahan bakar lain, terutama dari bahan yang terbarukan. Salah satu alternatifnya adalah biodiesel, untuk menggantikan solar.
A. Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan). Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol; atau esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air.
Biodiesel/ biosolar merupakan senyawa organik yang dapat digunakan sebagai bahan bakar diesel, yang dihasilkan dari minyak nabati, lemak hawani atau minyak bekas (anonym cit Dwiarum S, 2006 dalam Kusminingrum, 2008).
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak nabati. Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol, atau trigliserida, sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan metanol. Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting dalam penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel :
1. Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari biodiesel (yaitu ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika terpanaskan tanpa kontak dengan udara (oksigen).
2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan (atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar pembakaran.
3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-asam lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka setana ester metil. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel.
B. Proses Pembuatan Biodiesel
Biodiesel dihasilkan melalui proses kimia yang disebut transesterifikasi, dimana gliserin dipisahkan dari lemak atau minyak tumbuh-tumbuhan. Proses ini meninggalkan dua produk yaitu metil ester (nama kimia untuk biodiesel) dan gliserin, produk yang dapat digunakan untuk memproduksi sabun (Fesseden, 2000). Pertukaran bagian alkohol dari suatu ester dapat dicapai dalam larutan asam atau basa oleh reaksi reversible antara ester dan alkohol.
Biodiesel dapat berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis alkohol yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena metanol mudah didapat dan tidak mahal.
Pada reaksi transesterifikasi NaOH dan metanol dicampur untuk membentuk sodium metoksida (Na+ CH3O). Kemudian campuran dimasukkan kedalam reaktor yang berisi minyak nabati dengan kecepatan pengadukan 50 rpm. Proses dilakukan pada temperatur 60oC selama 2 jam. Ketika sodium metoksida dicampur dengan minyak tumbuhan, kekuatan ikatan polar secara kimia akan memecah asam lemak menjadi gliserin dan juga metil ester (biodiesel). Transesterifikasi merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi bentuk ester lain. Suatu ester merupakan rantai hidrokarbon yang akan terikat dengan molekul yang lain. Suatu molekul minyak nabati terdiri dari tiga ester yang terikat pada suatu gliserol. Sekitar 20% molekul minyak nabati adalah gliserol (Andi, 2005 dalam Sembiring, 2006).
Dalam suatu transesterifikasi atau reaksi sikloholisis satu mol trigliserida bereaksi dangan tiga mol alkohol untuk membentuk satu dan tiga mol gliserol dan tiga mol alkil ester asam lemak berikutnya. Proses tersebut merupakan suatu rangkaian dari reaksi reversible (dapat balik) yang didalam molekul triglerisida diubah satu tahap demi tahap menjadi diglerisida, monogliresida
Jika kandungan asam lemak bebas terlalu tinggi (lebih dari 0,5 % - 1 %), atau jika terdapat air dalam reaksi, sabun akan terbentuk dengan terlebih dahulu membentuk emulsi dengan metanol dan minyak, sehingga reaksi metanolisis tidak dapat terjadi. Karena itu minyak yang digunakan harus diolah sedemikian rupa untuk mengurangi asam lemak bebas.
Biasanya dalam pembuatan biodiesel digunakan metanol berlebih supaya minyak ataupun lemak yang digunakan terkonversi secara total membentuk ester. Kelebihan metanol dapat dipisahkan dengan proses destilasi. Metanol yang diperoleh kembali ini dapat digunakan lagi untuk proses pembuatan biodiesel selanjutnya.
Setelah reaksi selesai dan metanol telah dipisahkan, terbentuk dua produk yaitu gliserol dan metil ester. Karena adanya perbedaan barat jenis (gliserol 10 lbs/gal dan metil ester 7,35 lbs/gal) maka keduanya dapat terpisah secara gravitasi. Gliserol terbentuk pada lapisan bawah sementara metil ester pada lapisan atas.
C. Keunggulan dan Kelemahan Biodiesel
1. Keunggulan
Menurut Sutarman, 2006 dalam kusminingrum, 2007), bahwa sifat biodiesel mirip minyak solar, namun merupakan bahan bakar yang mimiliki keunggulan terbarukan, ramah lingkungan (melakukan kendali kontrol polusi) karena bebas sulfur, rendah bilangan asap, pembakaran lebih sempurna dan non toksis. Kerena sifat itulah minyak nabati ini baik digunakan sebagai pengganti atau campuran solar. Biodiesel ini berasal dari asam lemak berupa tanaman yang mengandung minyak nabati seperti kelapa, kelapa sawit, sirsak, kapuk, jarak pagar, kedelai, dll.
2. Kelemahan
Biodiesel atau Biosolar menghasilkan tenaga yang lebih rendah, sehingga menjadi kontra produktif apabila digunakan pada kendaraan alat angkut beban berton besar sebab mesin menjadi berkurang tenaganya bila dibanding saat memakai solar. Hal ini sangat dirasakan oleh Truk besar pengangkut pasir atau batu, sejak memakai Biosolar tenaga Truk dengan muatan yang sama seperti biasanya ternyata jadi lebih lemah. Kelemahan lain dari biodiesel yaitu masih jarang diproduksi, prosesnya lama, membutuhkan bahan yang cukup banyak, selain itu tidak cocok dipakai untuk kendaraan bermotor yang memerlukan kecepatan dan daya besar karena biodiesel menghasilkan tenaga yang lebih rendah dibandingkan solar murni.
D. Penutup
1. Cadangan energi fosil sudah semakin berkurang sehingga perlu dilakukan usaha untuk mencari bahan bakar alternatif , seperti biodiesel.
2. Biofuel merupakan sumber energi alternatif untuk mengurangi subsidi BBM, dimana biofuel lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar